Menlu: Keketuaan Indonesia di ASEAN Hadapi Tantangan Multidimensi
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berbicara kepada media selama konferensi pers di Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2022. Para menteri luar negeri Asia Tenggara mengadakan pertemuan khusus Kamis untuk membahas cara-cara untuk menangani krisis yang berkembang di Myanmar, di mana militer pengambilalihan tahun lalu memicu kekerasan yang mengancam akan mengacaukan kawasan itu.
Foto: AP/Dita Alangkara
Keketuaan Indonesia dijalankan saat situasi dunia masih dalam kondisi tidak mudah.
REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH — Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan keketuaan Indonesia di ASEAN pada 2023 akan menghadapi kondisi dunia yang belum kondusif. Selain itu, Indonesia akan masih mengalami tantangan multidimensi.
“Presiden Joko Widodo menerima tongkat keketuaan ASEAN dari Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Keketuaan ini akan mulai berlaku 1 Januari sampai 31 Desember 2023,” ujar Menlu Retno Marsudi saat menyampaikan keterangan pers di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (13/11/2022) malam.
Ia mengatakan keketuaan Indonesia dijalankan saat situasi dunia masih dalam kondisi tidak mudah. Dari sisi geopolitik maupun ekonomi, lanjut dia, situasi global masih belum kondusif dan dunia masih mengalami tantangan multidimensi.
“Tantangan dari sisi geopolitik, rivalitas akan tetap tajam. Kita berharap rivalitas ini tetap dapat dikelola sehingga tidak muncul konflik terbuka atau perang baru. Pengelolaan yang sama juga penting dilakukan di kawasan Indo Pasifik dan juga Asia Tenggara,” kata Menlu Retno.
Dari sisi ekonomi global, menurut dia, jika negara dunia tidak segera memperkuat kerja sama terutama dalam mengatasi krisis pangan, energi, dan semakin sempitnya ruang fiskal negara berkembang serta masalah pupuk maka situasi ekonomi dunia tahun depan akan semakin suram.
“Kita patut bersyukur di tengah pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan terus menurun, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia,” kata dia.
Ia mengatakan kawasan Asia Tenggara memang pernah terdampak krisis keuangan yang cukup dalam, namun setelah itu memiliki kinerja ekonomi yang cukup kuat. Menlu Retno menambahkan pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN hampir selalu di atas rata-rata pertumbuhan dunia.
“Misalnya, pada 2012 ASEAN mencapai pertumbuhan 6,2 persen dan dunia 2,7 persen. Pada 2015 ASEAN 4,8 persen, dunia 3,1 persen. Pada 2018 ASEAN 5,2 persen sementara dunia 3,3 persen. Dan pada 2019 ASEAN 4,6 persen, dunia 2,6 persen,” paparnya.
Menlu Retnojuga menyebutkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN pada 2022 sebesar 5,1 persen, yakni diprediksi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 3,2 persen.
“Kalau kita lihat kinerja ekonomi masing-masing negara ASEAN untuk tahun ini juga cukup baik, misalnya Indonesia. Untuk kuartal ketiga, Indonesia membukukan pertumbuhan ekonomi 5,72 persen, naik dari 5,4 persen pada kuartal kedua,” kata dia.
Menurut Retno, tren positif itulah yang ingin dijaga oleh Indonesia yang ingin menjadikan kawasan Asia Tenggara tetap menjadi pusat pertumbuhan (Epicentrum of Growth). Tren itu akan dapat dijaga, lanjut dia, jika ASEAN tetap mampu menjadi motor stabilitas kawasan dan menjaga sentralitas.
“Jika ASEAN mampu menangani kejahatan-kejahatan lintas batas, Jika ASEAN terus memperkuat ketahanan kesehatan, energi, pangan, dan keuangan … jika ASEAN terus memperhatikan kepentingan rakyatnya termasuk para pekerja migran, jika ASEAN terus memberikan perhatian terhadap peningkatan proteksi dan promosi HAM dan yang tidak kalah pentingnya lebih mendekatkan ASEAN dengan kepentingan rakyat,” ujar Menlu Retno.
sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini